Saturday, June 4, 2011

Sifat Shalat Nabi

TATA CARA SHOLAT
A. Mengahadap Kiblat
Rasulullah SAW dalam melaksanakan sholat fardhu dan sunnah menghadap kiblat. Beliau pun
memerintahakannya demikian dalam sabdanya kepada orang yang tidak benar sholatnya, ”Bila
engkau berdiri untuk melakukan sholat maka sempurnakanlah wudhumu, kemudian
menghadaplah kiblat, lalu bertakbirlah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam perjalanannya Rasulullah SAW biasanya melakukan sholat sunnah diatas kendarannya
(unta). Beliau juga melakukan witir diatas kendaraannya dan mengadap kemana saja kendaraannya
menghadap (timur maupun barat). Alloh berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 115 (artinya)
”Maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Alloh”.
Dalam riwayat Bukhari dan Ahmad disebutkan bahwa apabila hendak melakukan sholat fardhu,
Rasulullah SAW turun dari tunggangannya lalu menghadap kiblat.

B. Berdiri
Dalam sholat fardhu dan sunnah Rasulullah SAW melakkukannya sambil berdiri sesuai dengan
perintah Alloh SWT dalam QS al-Baqarah ayat 238 (artinya) ”Berdirilah untuk Alloh (dalam
sholatmu) dengan khusyu.”
Dalam sebuah riwayat Tirmidzi dan Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan sholat
menjelang datang ajalnya sambil duduk. Dalam kesempatan lain Beliau melakukan sholat sambil
duduk, yaitu ketika dalam keadaan sakit. Sedangkan orang-orang dibelakangnya mengikutinya
sambil berdiri. Lalu Rasulullah SAW memberikan isyarat agar mereka duduk, maka merekapun
duduk. Setelah selesei sholat Beliau bersabda ”Kalian tadi hampir saja melakukan apa yang telah
dilakukan oleh bangsa Romawi dan Persia, dimana mereka berdiri di depan rajanya sedangkan
rajanya duduk. Maka janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya keberadaan imam adalah
agar diikuti. Bila ia ruku, maka rukulah; bila berdiri maka berdirilah; dan jika sholat sambil
duduk maka duduklah bersama-sama”. (HR Muslim).
Sholat orang sakit sambil duduk, seperti sabda Beliau ”Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak bisa,
sambil duduk. Bila tidak bisa sambil terlentang.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad). Juga
Beliau bersabda ”Barangsiapa melakukannya dengan berdiri, maka itu lebih utama. Adapun bagi
yang melakukannya sambil duduk maka baginya separoh pahala yang berdiri. Barangsiapa yang
sholat sambil tidur (terlentang) baginya separuh pahala orang yang sholat sambil duduk. Yang
dimaksud disini adalah orang yang sakit.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Suatu ketika Rasulullah SAW mengunjungi orang yang sakit lalu melihat orang itu melakukan
sholat diatas bantal. Rasulullah SAW mengambil bantal itu dan melemparkannya. Orang itu lalu
mengambil ’ud (papan kayu) untuk sholat diatasnya. Tatapi Nabi SAW mengambil dan
membuangnya lalu bersabda ”Sholatlah diatas tanah bila engkau bisa. Bila tidak cukuplah
dengan isyarat, dan hendaknya isyarat sujudnya lebih rendah dari rukumu.” (HR. Thabrani,
Bazzar dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Ahmad, Rasulullah SAW berdiri di dekat pembatas. Jarak
antara beliau dan pembatas sekitar 3 hasta. Menurut Bukhari dan Muslim, jarak antara tempat
sujudnya dan tembok cukup untuk dilalui seekor kambing.
Rasulullah SAW bersabda ”Janganlah engkau sholat kecuali dengan pembatas, dan janganlah
engkau membiarkan seseorang lewat di depanmu dikala sholat. Jika dia memaksakan
kehendaknya lewat di depanmu, bunuhlah dia karena sesungguhnya ia bersama dengan setan.”
(HR. Ibnu Khuzimah); dan juga ”Jika seseorang dari kalian melakukkan sholat pada pembatas
hendaknya mendekatkan pada batas itu sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.” (HR Abu
Daud, Bazzar dan Hakim).
Apabila Beliau sholat di tempat terbuka, tidak ada sesuatu sebagai pembatas (didepan tempat
sholat), maka beliau menancapkan tombak didepannya. Lalu beliau melakukan sholat menghadap
pembatas itu, sedangkan orang-orang bermakmum dibelakangnya. Hal ini sebagaimana dikatakan
Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah. Beliau bersabda, ”Apabila seseorang diantara kalian
meletakkan tiang sepanjang pelana di depannya, maka sholatlah menghadapnya dan hendaknya
tidak menghiraukan orang yang lewat dibelakang tiang itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Ibnu Khuzimah, Thabrani dan Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah
membiarkan sesuatu yang melewati antara dirinya dan pembatasnya. Pernah Beliau SAW sholat
lalu lewat didepannya seekor kambing. Maka Rasulullah SAW mendahuluinya maju kedepan
sampai perutnya menempel di dinding (sehingga kambing itu melewati belakang Beliau).
Suatu ketika Rasulullah SAW sholat wajib, Beliau SAW menggenggam tangannya. Usai sholat
mereka bertanya “Wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang baru dalam sholat?” Beliau menjawab
“Tidak, hanya saja setan hendak lewat di depanku. Lalu aku cekik sampai lidahnya terasa dingin
di tanganku. Demi Alloh, seandainya saudaraku, Nabi Sulaiman tidak mendahuluiku, maka aku
akan ikat setan itu pada sebuah tiang masjid sehingga dapat dilihat anak-anak kecil penduduk
Madinah.” (HR Ahmad, Daruquthni dan Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda ”Apabila seseorang melakukkan sholat menghadap sesuatu sebagai
pembatas dari orang lain, maka apabila seseorang melampaui batas didepannya itu maka
hendaknya mendorong sekuatnya atau semampunya (dalam riwayat lain disebutkan : hendaknya
menghalanginya dua kali). Jika ia tetap menerobos maka bunuhlah ia. Sesungguhnya dia adalah
setan.” (HR Bukhari dan Muslim); juga Beliau bersabda ”Apabila orang yang lewat di depan
orang yang sholat itu mengetahui dosanya, niscaya dia akan lebih baik berdiri 40 (empat puluh)
tahun daripada berlalu didepan orang yang sholat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda ”Sholat seseorang menjadi putus apabila tidak dibatasi dengan
semacam pelana didepannya lalu dilewati oleh wanita haid (balig), keledai dan anjing hitam”Abu Dzar berkata ”Wahai Rasulullah, apakah bedanya anjing hitam dan anjing berwarna
merah?” Beliau menjawab ”Anjing hitam adalah setan.” (HR Muslim, Abu Daud & Khuzaimah).
Rasulullah SAW melarang orang melakukan sholat menghadap kubur dengan sabdanya
”Janganlah kalian sholat menghadap kubur dan janganlah duduk diatasnya.” (HR Muslim, Abu
Daud & Ibnu Khuzimah).

C. Niat2
Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung dari niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya (HR Bukhari & Muslim)

D. Takbir
Dalam hadits riwayat Muslim dan Ibnu Majah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW membuka
sholatnya dengan ucapan Allohu Akbar (Alloh Mahabesar). Beliaupun memerintahkan demikian
kepada orang yang tidak benar dalam sholatnya, sebagaimana sabda Beliau SAW ”Tidaklah sholat
seseorang itu menjadi sempurna sampai ia berwudhu dengan benar, lalu berkata Allohu
Akbar”(HR Thabrani)
Beliau SAW juga bersabda ”Kunci sholat adalah suci, tahrimnya3 pengharamannya adalah takbir
dan thalilnya4, penghalalannya adalah salam.” (HR Abu Daud, Tirmidzi & Hakim).
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat
suaranya dalam takbir sehingga terdengar oleh orang-orang yang makmum dibelakangnya.
Rasulullah SAW bersabda ”Apabila imam mengucapkan Allohu Akbar, maka katakanlah Allohu
Akbar” (HR Ahmad dan Baihaqi).
E. Mengangkat Tangan
Terkadang Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya sambil mengucapkan takbir5, dan
terkadang mengangkatnya setelah takbir6, dan terkadang (mengangkat tangan) setelah ucapan
takbir7.
Beliau SAW mengangkat kedua tangannya dengan jari terbuka rapat (tidak renggang dan tidak
menggenggam)8. Dan Rasulullah SAW mengangkatnya sampai sejajar dengan kedua bahunya dan
terkadang sampai kedua telinganya9.
F. Meletakkan Tangan Kanan Diatas Tangan Kiri (Bersedekap)
Rasulullah SAW meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya10. Beliau SAW bersabda
”Sesungguhnya para Nabi memerintahkan kepada kita agar mempercepat saat berbuka dan
mengakhirkan waktu sahur dan agar meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri kita dalam
sholat.” (HR Ibnu Hibban dan Dhiya).
2 Dalam kitab Raudhatu ath-Thalibin (1/224 cet. Al-Maktab al-Islami) Nawawi berkata, “Niat adalah maksud. Seseorang
yang akan melakukan sholat tertentu dalam hatinya telah terdetik maksud sholat yang akan dilakukannya seperti sholat
Dzuhur, sholat fardhu, dan lainnya. Kemudian maksud ini dinyatakan bersamaan dengan awal takbir.”
3 Yaitu melarang perbuatan-perbuatan yang dilarang Alloh.
4 Yaitu menghalalankan apa saja yang dilakukan diluar sholat.
5 HR Bukhari & Abu Daud.
6 HR Bukhari & Nasa’i
7 HR Bukhari & Nasa’i
8 HR Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, Tamam & Hakim dan disahkan olehnya serta disetujui oleh Dzahabi.
9 HR Bukhari & Abu Daud
10 HR Muslim dan Abu Daud dan telah ditakhrij dalam Irwa’ (352).

G. Meletakkan Kedua Tangan (Bersedekap) di Dada
Nabi SAW meletakkan tangan kanan diatas punggung tangan kirinya, pergelangan dan lengan11,
dan memerintahkan demikain kepada sahabat-sahabatnya12. Terkadang Beliau SAW mengenggam
lengan kirinya dengan jari-jari tangan kanannya13. Beliau SAW meletakkan keduanya diatas
dada14.

H. Khusyu dan Memandang Tempat Sujud
Dalam hadits riwayat Baihaqi dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW dalam sholat
menundukkan kepalanya dan pandangannya tertuju ke tanah. Rasulullah melarang mengangkat
pandangannya ke langit sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud.
Larangan itu dipertegas dengan sabdanya ”Hendaknya orang-orang menghentikan mengarahkan
pandangannnya ke langit pada waktu sholat atau tidak dapat kembali lagi kepada mereka (dalam
riwayat lain disebutkan : atau mata-mata mereka tercolok)”. (HR Bukhari, Muslim & Siraj).
Dalam hadits lain disebutkan ”Apabila kalian melakukan sholat maka hendaknya janganlah
menolah-noleh karena Alloh akan menghadapkan wajahNya kepada wajah hambanya ketika
sholat selama ia tidak menolah-noleh.” (HR Tirmidzi dan Hakim)
Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Ya’la disebutkan bahwa Rasulullah SAW
melarang 3 perkara dalam sholat. Yaitu sholat dengan cepat seperti ayam yang mematuk, duduk
diatas tumit seperti duduknya anjing, dan menolah-noleh seperti musang. Beliau SAW juga
bersabda ”Sholatlah seperti halnya sholat orang yang akan meninggal, yaitu seakan-akan engkau
melihat Alloh. Jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Thabrani,
Ibnu Majah & Ahmad).
Beliau telah sholat dengan baju yang terbuat dari wol yang bergambar, lalu Rasulullah SAW
melihat sepintas gambar-gambar itu. Usai sholat Beliau SAW bersabda ”Bawalah bajuku ini
kepada Abu Jahm dan bawalah kepadaku kain yang kasar Abu Jahm. Karena bajuku ini telah
mengalihkan perhatian sholatku tadi. (dalam riwayat lain dikatakan : Sesungguhnnya aku telah
melihat gambarnya saat sholat dan hampir saja aku tergoda).” (HR Bukhari, Muslim & Malik).
Aisyah mempunyai kain bergambar untuk tirai, Rasulullah SAW sholat menghadapnya. Lalu
Rasulullah SAW bersabda ”Jauhkanlah kain itu, sesungguhnya gambarnya mengganggu
sholatku.” (HR Bukhari & Muslim).
Beliau SAW bersabda ”Tidak sempurna sholatnya orang yang telah terhidang makannya, serta
ketika menahan keluarnya angin dan buang air.” (HR Bukhari & Muslim).
DO’A DAN BACAAN DALAM SHOLAT
A. Doa-Doa Pembuka
Rasulullah SAW membuka bacaan dengan doa-doa yang banyak dan bermacam-macam. Beliau
SAW memuji Alloh, mengagungkanNya dan menyanjungNya. Rasulullah telah memerintahkan
11 HR Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Khuzimah dengan sanad yang benar dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
12 HR Malik, Bukhari dan Abu ‘Uwanah.
13 HR Nasa’I dan Daruquthni dengan sanadnya yang sahih.
14 HR Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah.

demikian bagi yang tidak benar sholatnya. Beliau bersabda ”Tidak sempurn sholat seseorang
sehingga ia bertakbir, bertahmid dan menyanjungNya serta membaca ayat-ayat al-Qur’an yang
dihapal.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam bacaan pembukaan, terkadang Beliau SAW membaca doa sebagai berikut :
1. Allohumma baa’id baini wa baina khothoyaya ...... dan seterusnya.
2. Wajjahtu wajhiya lilladzi fathorossamawaati wal ardh ....... dan seterusnya.
3. Subhaanaka Allohumma wabihamdika wa tabaarakasmuka wadduka walaa ilaha ghoiruka,
yang artinya ”Mahasuci Engkau ya Alloh, Maha Terpuji Engkau, Mahamulia Engkau serta
Mahatinggi kehormatanMu dan tiada tuhan selain Engkau (HR Ibnu Mundih dan Nasa’i)
4. Dan lain-lain.

B. Tata Cara Bacaan Dalam Sholat
1. Membaca Ta’awwudz.
Kemudian Rasulullah SAW membaca ta’awwudz dengan mengucapkan ”A’udzubillahi
minasyaithonirrojim min hamazihi wanafkhihi wanafatsihi” (Aku berlindung kepada Alloh dari
godaan setan yang terkutuk dari semburannya, kesombongannya, dan embusannya) (HR Abu
Daud, Ibnu Majah, Daruquthni & Hakim).
Terkadang Beliau SAW menambahinya dengan ”A’udzubillahis-samii’il’alim minasysyaithoonirrojim”
(Aku berlindung kepada Alloh Yang Mahamendengan lagi Mahamengetahui
dari godaan setan yang terkutuk) (HR Abu Daud, Tirmidzi & Ahmad).
Setelah itu Beliau SAW membaca ”Bismillahir-rahman-nirrahim” (Dengan nama Alloh Yang
Mahapengasih dan Mahapenyayang) (dengan tanpa mengangkat/mengeraskan suara). (HR
Bukhari, Muslim & Ahmad)
2. Membaca Surat al-Faatihah, Ayat per Ayat
Kemudian Rasulullah SAW membaca surat al-Faatihah dengan memotong setiap ayat :
a. Bismillaahir-rahmanir-rahim.
b. Alhamdulillaahirab-bil’aalamiin.
c. Sampai dengan akhir ayat.
Demikian Rasulullah SAW membaca al-Fatihah sampai akhir surah. Beliau SAW tidak
menyambung ayat dengan ayat berikutnya. Demikian yang diriwayatkan Abu Daud dan
Sahmi.
3. Membaca al-Faatihah Sebagi Rukun Dan Keutamaannya
Beliau selalu mengagunggkan surat ini dengan sabdanya ”Tidak sah sholat seseorang apabila
belum membaca surah al-Faatihah (dan seterusnya). (HR Bukhari, Muslim dan Baihaqi)
4. Mengeraskan Bacaan Bagi Makmum
Sebelumnya Rasulullah SAW membolehkan makmum membaca al-Fatihah dengan keras. Akan
tetapi pada suatu sholat Subuh Beliau SAW merasa terganggu oleh bacaan seorang makmum.
Setelah selesei sholat Beliau SAW bersabda ”Apakah kalian tadi ikut membaca bacaan
imam?” Mereka menjawab “Benar, akan tetapi dengan cepat wahai Rasulullah” Rasulullah

berkata “Janganlah kalian lakukan kecuali kalian membaca al-Fatihah. Sesungguhnya tidak
sah sholat seseorang kecuali membacanya.” (HR Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Tetapi kemudian membaca cara ini dilarang oleh Nabi SAW. Yaitu ketika Rasulullah SAW
kembali dari sholat jahr (sholat yang dibolehkan membaca al-Qur’an dengan keras). Dalam
sebuah riwayat dikatakan pertisiwa itu terjadi pada sholat Subuh. Beliau bersabda ”Adakah tadi
kalian mengikutiku membaca al-Qur’an dengan suara keras?” Seseorang menjawab ”Aku
wahai Rasulullah” Nabi SAW berkata ”Kenapa ada yang membaca demikian sehingga
mengganggu bacaanku?” Abu Hurairah berkata ”Maka para sahabat berhenti membaca al-
Qur’an dengan keras dalam sholat dimana Rasulullah mengeraskan bacaannya ketika mereka
mendengar teguran dari Rasulullah. (Mereka membaca tanpa suara pada sholat dimana imam
tidak mengeraskan bacaan)” (HR Malik, Humaidi, Abu Daud dan Bukhari).
Maka berdiam saat imam membaca al-Qur’an menjadi syarat kesempurnaan bermakmum.
Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya dijadikannya imam itu agar diikuti oleh makmum,
maka apabila mengucapkan takbir, ikutilah mengucapkan takbir. Janganlah membaca al-
Qur’an, diam dan dengarkanlah.” (HR Abu Daud, Muslim & Abu Uwanah).
Oleh karena itu makmum yang mendengarkan bacaan imam tidak perlu lagi turut membacanya.
Sabda Rasulullah SAW ”Barang siapa yang sholat bermakmum maka bacaan imam adalah
menjadi bacaannya juga.” (HR Daruquthni, Ibnu Majah & Ahmad). Ini untuk sholat-sholat
yang jahr (imam mengeraskan bacaannya).
5. Kewajiban Membaca Tanpa Suara
Adapun pada sholat-sholat yang harus membaca tanpa suara, Rasulullah SAW telah
menetapkan kehaursan membaca al-Qur’an padanya. Jabir berkata ”Kami membaca al-
Faatihah dan surah al-Qur’an pada sholat Dzuhur dan Ashar dibelakang imam pada dua
rakaat pertama, sedangkan pada dua rakaat berikutnya membaca al-Faatihah (saja).”
(Riwayat Ibnu Majah).
6. Imam Mengucapkan Amin Dengan Mengangkat Suara
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW selesai
membaca al-Faatihah, Beliau SAW mengucapkan amin dengan suara jelas dan panjang. Orangorang
yang bermakmumpun dianjurkan untuk mengucapkannya. Sabda Beliau SAW ”Apabila
imam sholat mengucapkan ”Ghoiril maghdhuubi’alaihim waladhaaliin” maka katakanlah
”Amin”. (Sesungguhnya malaikiat berkata ”Amin” dan imampun mengucapkan ”Amin”).
Dalam lafal lain disebutkan bahwa jika seorang imam sholat mengucapkan amin, maka
ikutilah dengan mengucapkan amin. Apabila ucapan amin itu bersama dengan ucapan
malaikat, (Dalam lafal lain disebutkan : Apabila seseorang mengucapkan amin dalam sholat,
dan para malaikat di langit mengucapkan amin dengan bersamaan) niscaya dosa-dosanya
akan diampuni.” (HR Bukhari, Muslim & Nasa’i).
Rasulullah SAW juga bersabda ”Tidak ada suatu yang paling menjadikan orang-orang Yahudi
iri kepada kalian kecuali ucapan salam dan amin (dibelakang imam).” (HR Bukhari, Ibnu
Majah dan Ahmad).
7. Bacaan Setelah Membaca al-Faatihah.
Setelah membaca al-Faatihah, Rasulullah SAW membaca surah lainnya. Terkadang membaca
surah panjang dan kadang surah pendek karena suatu penyebab seperti sedang dalam perjalanan, sakit batuk at au sakit lainnya. Atau mendengar tangis anak kecil sebagaimana yang
disebutkan oleh Anas bin Malik ra.
8. Boleh Hanya Membaca al-Faatihah
Mu’adz pernah sholat Isya berjamaah dengan Rasulullah SAW di akhir waktu, lalu pulang.
Disana ia sholat lagi bersama sahabat-sahabatnya sebagai imam. Dlam jamaah itu terdapat
seorang anak muda bernama Sulaim dari bani Salamah. Anak muda itu merakan sholatnya
terlalu lama, maka ia keluar dan sholat sendiri di pojok masjid. Usai sholat ia bergegas keluar
masjid dan menunggang untanya langsung meninggalkan tempat itu.
Setelah sholat Mu’adz diberitahu akan kejadian ini. Ia berkata ”Sungguh hal ini perbuatan
munafik!. Aku akan laporkan apa yang diperbuatnya kepada Rasulullah.” Anak muda itu juga
berkata ”Aku juga akan adukan apa yang dilakukan kepada Rasulullah.”
Keesokan harinya mereka datang kepada Rasulullah. Mu’adz mengadukan apa yang dilakukan
anak muda itu, dan anak muda itupun melaporkan apa yang diperbuat oleh Mu’adz. Ia berkata
”Wahai Rasulullah dia telah sholat yang lama denganmu. Lalu ia pulang dan mengimami kami
dengan lama”. Rasulullah menjawab ”Wahai Mu’adz akankah engaku membuat fitnah?”
Rasulullah bertanya kepada anak muda itu ”Apa yang engkau lakukan dalam sholatmu?” Ia
menjawab ”Aku membaca al-Faatihah, lalu berdoa memohon surga kepada Allah, dan
berlindung dari siksa neraka. Aku tidak tahu apa yang engaku baca dengan suara lirih dan
yang dibaca Mu’adz” Nabi menyahut ”Aku dan Mu’adz seperti ini (telunjuk dan jari tengah).”
Anak muda itu berkata ”Akan tetapi Mu’adz akan tahu kalau musuh datang, sedangkan mereka
telah diberitahu bahwa musuh telah datang di tempat mereka.” Orang yang meriwayatkan
hadits ini berkata ”Kaum tersebut kemudian datang menyerang dan anak muda itu gugur
sebagai syahid. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz ”Setelah peristiwa itu
bagaimana kamu dengan orang yang mengadukanmu kepadaku?” Mu’adz menjawab ”Wahai
Rasulullah, Allah Mahabenar dan saya keliru. Anak muda itu telah gugur sebagai syahid.”
(HR Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ahmad, Abu Daud, Bukhari & Muslim)
9. Membaca al-Faatihah Dengan Suara Keras dan Tanpa Suara Pada Sholat Lima Waktu Dan
Sholat Lainnya.
Pada sholat Suhubh dan pada rakaat pertama dan kedua pada sholat Maghrib dan ’Isya,
Rasulullah SAW membaca al-Faatihah dan surah lainnya dengan suara keras. Sedangkna pada
sholat Dzuhur dan Ashar Beliau SAW membacanya dengan tanpa suara. Para sahabat
mengetahui apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW dalam sholat-sholat yang tanpa suara dari
gerakan jenggotnya dan terkadang Nabi SAW sendiri memperdengarkan bacaannya. Demikian
penjelasan Bukhari dan Abu Daud.
Beliau SAW juga membaca dengan mengangkat (mengeraskan) suara pada sholat Jum’at , ’Idul
Fitri, ’Idul Adha, Istisqa’ (sholat meminta hujan), dan sholat Kusuf (gerhana).
C. Bacaan-Bacaan Sholat Nabi SAW
Bacaan sholat Rasulullah SAW bermacam-macam. Kadang Nabi SAW membaca surat ar-Rum (60
ayat), kadang ash-Shaffat (182 ayat), kadang surat Zalzalah (7 ayat) dan lain-lain.
D. Bacaan Tartil dan Memerdukan Suara

Perintah Allah terhadap Rasulullah SAW adalah agar membaca al-Qur’an dengan tartil, tidak
pelan, dan tidak terlalu cepat. Tetapi dibaca kalimat per kalimat sehingga bacaan satu surah lebih
lama daripada dibaca dengan biasa.
Beliau SAW bersabda ”Kelak akan dikatakan kepada orang yang membaca al-Qur’an ”Bacalah,
telitilah dan tartillah sebagaimana engkau mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu
adalah diakhir ayat yang engkau baca.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Beliau menyuruh para sahabatnya untuk membaca al-Qur’an dengan suara merdu dalam sabdanya
”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu. Sesungguhnya suara yang bagus dapat menjadikan al-
Qur’an bertambah indah.” (HR Bukhari, Abu Daud & Hakim).
Beliau juga bersabda ”Sesungguhnya orang yang bagus suaranya adalah apabila engkau
mendengarkan suara bacaan al-Qur’an sedangkan kamu mengira bahwa dia adalah orang yang
takut kepada Allah.” (HR Thabrani, Ibnu Mubarak & Abu Nu’aim).
E. Membetulkan Bacaan Imam Yang Salah
Abu Daud, Ibnu Hibban dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh
membetulkan imam yang salah membaca al-Qur’an. Beliau pernah melakukan sholat dan salah
dalam membaca al-Qur’an. Usai sholat Beliau bertanya kepada Ubay, ”Apakah engkau sholat
bermakmum dengan saya?” Ubay menjawab ”Benar” Beliau menimpali ” Kenapa tidak
membetulkan bacaanku yang salah?”
F. Berta’awwudz Dan Meludah Saat Sholat Untuk Menghilangkan Gangguan
Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan bahwa Utsman bin Abi ’Ash berkata kepada
Rasulullah SAW ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menggangguku ketika aku
membaca al-Qur’an saat sholat sehingga sholatku kacau.” Rasulullah SAW bersabda ”Itulah
setan yang bernama Khinzib. Jika engkau merasakan keahdirannya, bacalah ta’awwudz dan
meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali.”
Utsman berkata ”Aku kemudian melakukannya sehingga Allah mengeyahkan setan dariku.”
TATA CARA RUKU DAN BACAANNYA
Setelah membaca al-Qur’an, Beliau SAW diam sejenak. Lalu Beliau SAW mengangkat kedua
tangannya sebagaimana yang telah dijelaskan pada penjelasan di depan dalam Takbiratul Ihram.
Kemudian mengucapkan Allahu Akbar, lalu ruku.
A. Tata Cara Ruku
Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya . Beliau SAW
memerintahkan sahabatnya melakukan yang demikian. Juga memerintahkan orang yang tidak
benar sholatnya.
Kedua telapak tangan Beliau SAW tampak menekan kedua lututnya (seakan-akan mencengkram
keduanya). Beliau SAW merenggangkan jari-jarinya. Lalu memerintahkannya kepada orang yang
tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Jika engkau ruku letakkanlah kedua tangnmu di atas
lututumu. Kemudian renggangkanlah jari-jarimu sampai tulang belakangmu menjadi mapan
ditempatnya.” (HR Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hibban).

Beliau SAW merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya. Ketika ruku Beliau SAW
membentangkan dan meluruskan punggungnya sampai-sampai jika dituangkan air dari diatasnya
tidak akan tumpah, Lalu, Beliau SAW bersabda kepada orang yang tidak benar sholatnya ”Jika
engkau ruku, letakkanlah tangamu pada kedua lututmu. Lalu, bentanglah punggungmu dan
tekanlah tanganmu dalam rukumu.” (HR Ahmad & Abu Daud).
Rasulullah SAW tidak membungkuk terlalu kebawah dan tidak pula mendongakkan terlalu keatas.
Akan tetapi tengah-tengah di antara keduanya.
B. Wajib Thumaninah Dalam Ruku
Beliau SAW dengan thumaninah (tenang) dan memerintahkan demikian kepada orang yang tidak
benar sholatnya sebagaimana yang dijelaskan diatas. Sabda Beliau SAW ”Sempurnakanlah ruku
dan sujudmu. Demi jiwaku yang berada dalam genggamanNya, sesungguhnya aku benar-benar
melihat kamu dari balik punggungku saat kamu ruku dan sujud.” (HR Bukhari & Muslim).
Dalam riwayat Ath-Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah berkata ”Kekasihku Rasulullah SAW
melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-nolah
seperti musang dan duduk sepeti kera.”
Rasulullah SAW juga bersabda ”Pencuri yang paling jahat adalah pencurian yang mencuri dalam
sholatnya.” Para sahabat bertanya ”Wahai Rasulullah bagaimana yang dimaksud dengan
mencuri dalam sholat itu?” Rasulullah menjawab ”Yaitu orang yang tidak sempurna ruku dan
sujudnya dalam sholat.” (HR Thabrani dan Hakim).
Ketika sedang sholat, Beliau SAW melirik orang yang sujud dan ruku dengan punggung tidak
lurus. Usai sholat Beliau SAW bersabda ”Wahai kaum muslimin, sesungguhnya tidak sah sholat
seseorang yang tidak meluruskan punggungnya dalam ruku dan sujud.” (HR Ibnu Majah &
Ahmad).
C. Bacaan-Bacaan Ruku
Dalam ruku Rasulullah SAW membaca bacaan yang beragam. Terkadang membaca sebuah bacaan
dan di lain kesempatan membaca bacaan lain. Diantara bacaan Beliau SAW adalah
a. ”Sub hana rabbiyal’adhim” (3x) (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung”) (Dibaca 3 kali)
(HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu Majah). Terkadang membacanya lebih dari 3 kali (yang
menunjukkan lamanya sholat Beliau SAW).
Bahkan pada suatu kali dalam sholat lail Beliau SAW membacanya dengan mengulang-ulang
sehingga lama ruku’nya sama dengan lama berdirinya. Padahal Beliau membaca 3 surah
panjang (al-Baqarah, an-Nisaa dan Ali Imran) diselingi dengan doa-doa dan istighfar.
b. ”Sub hana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x) (”Mahasuci dan Mahaagung Allah, segala puji
bagiNya”) (Dibaca 3 kali) (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad & Thabrani).
c. ”Sub hanaka allahumma wabihamdika allahummagh firli” (”Mahasuci Engkau wahai Thuhan
dan dengan memujiMu ampunilah aku”)
Rasulullah SAW memperbanyak dao ini dalam ruku dan sujudnya.
d. Dan lain-lain.
D. Larangan Membaca Al-Qur’an Saat Ruku
Beliau SAW melarang membaca al-Qur’an saat ruku dan sujud dalam sabdanya ”Ketahuilah
sesungguhnya aku melarang bacaan al-Qur’an saat ruku. Hendalah kalian mengagungkan Tuhan
Yang Mahaperkasa. Sedangkan dalam bersujud hendaknya bersungguh-sungguhlah berdoa karena
doa itu tentu dikabulkan.” (HR Muslim & Abu Uwanah).
E. Bangun dari Ruku (I’tidal) dan Bacaannya
Kemudian Rasulullah SAW bangkit dari ruku sambil mengucapkan ”Sami allahu liman hamidah”
(Allah mendengar ornag yang memujiNya”) (HR Bukhari & Muslim).
Beliau SAW memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya
”Tidak sempurna sholat seseorang sehingga bertakbir. Kemudian ruku lalu mengucapkan Sami’a
Allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memujiNya) sampai berdiri dengan tegak”
(HR Abu Daud dan Hakim)
Ketika berdiri dengan tegak Beliau mengucapkan ”Rabbanaa walakal hamdu” (”Wahai Tuhan
kami dan segala puji hanyalah milik-Mu”) (HR Bukhari dan Ahmad)
Rasulullah SAW memerintahkan demikian kepada semua orang yang sholat, baik makmum
maupun bukan makmum dalam sabdanya ”Sholatlah seperti kalian melihatku sholat” (HR Bukhari
& Ahmad).
Rasulullah SAW juga bersabda ”Sesungguhnya imam dijadikan tiada lain untuk diikuti. Jika imam
mengucapkan ’Sami’a Allhu liman Hamidah’, maka ucapkanlah Allahumma walakal hamdu.’
Pasti Allah mendengar ucapan kalian. Sesungguhnya Allah berfirman melalui ucapan RasulNya,
’Sami’a Allahu liman Hamidah’.” (HR Muslim, Abu Uwanah, Ahmad & Abu Daud).
Penyebab masalah ini dipertegas dalam hadits lain ”Sesungguhnya barangsiapa yang ucapannya
itu berbarengan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosa-dosa yang telah
dilakukannya sebelumnya.” (HR Bukhari & Muslim).
Rasulullah SAW mengangkat tangan saat berdiri i’tidal seperti telah dijelaskan pada takbiratul
ihram didepan, dengan mengucapkan bacaan berikut :
1. ”Rabbanaa walakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim). Masalah mengangkat tangan ini
sanadnya benar-benar dari Rasulullah SAW. Pendapat ini juga diperkuat oleh jumhur ulama
dan sebagian penganut mazhab Hanafi.
2. ”Rabbana lakal hamdu” (HR. Bukhari & Muslim).
3. ”Allahumma rabbana walakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim)
4. ”Allahumma rabbana lakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim).
5. Rasulullah SAW memerintahkan berbuat demikian dalam sabdanya ”Apabila imam
mengucapkan ’Sami’a Allahu liman hamidah’ maka ucapkanlah ’Allahumma Rabbana lakal
hamdu’. Barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat niscaya akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari & Muslim).
6. Terkadang Beliau SAW menambah dengan lafal ”Milussamawaati wamil ul ardli wamil
umaasyikta min syai in ba’du.” (Mencakup seluruh langit dan bumi dan semua yang Engkau
kehendaki selain dari itu.” (HR Muslim & Abu Uwanah).
7. Dan lain-lain.
F. Memperpanjang Berdiri I’tidal dan Kewajiban Thumuninah.

Lama berdiri i’tidal Rasulullah SAW sama seperti rukunya, sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas. Bahkan kadang Rasulullah SAW berdiri lama sampai dianggap lupa oleh sahabatnya karena
lamanya Beliau berdiri. Demikian yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad.
Rasulullah SAW bersabda ”Kemudian tegakkanlah kepalamu sampai engkau berdiri tegak
(sampai semua tulang kembali menempati tempatnya masing-masing). (Dalam sebuah riwayat
dikatakan : Apabila kamu berdiri i’tidal, maka tegakkanlah kepalamu sampai tulang-tulang
kembali kepada posisinya semula).” (HR Bukhari, Muslim, Hakim & Ahmad).
Beliau juga bersabda ”Allah tidak akan melihat sholat seorang hamba yang tidak meluruskan
tulang punggungnya antara ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad & Thabrani)
TATA CARA DAN BACAAN SUJUD SERTA DUDUK DIANTARA DUA SUJUD
Setelah i’tidal Rasulullah SAW bertakbir dan turun bersujud. Beliau SAW memerintahkan yang
demikian ini kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Tidaklah sempurna sholat
seseorang sampai ia mengucapkan ’Sami’ Allahu liman hamidah’ sampai tegak berdiri. Kemudian
mengucapkan takbir, lalu bersujud sampai ruas tulang belakangnya kembali sempuran.” (HR Abu
Daud & Hakim).
Dalam hadits riwayat Abu Ya’la dan Ibnu Khuzaimah disebutkan bahwa jika hendak sujud, Nabi SAW
mengucapkan takbir (dan Beliau SAW merenggangkan tangannya dari lambungnya), lalu bersujud.
Sedangkan dalam riwayat Nasa’i dan Daruquthni disebutkan bahwa kadang Beliau SAW mengangkat
kedua tanganya bila hendak bersujud.
A. Turun Bersujud Dengan Mendahulukan Kedua Tangan
Rasulullah SAW meletakkan kedua tangannya di atas tanah sebelum kedua lututnya. Beliaupun
memerintahkan sahabatnya melakukan hal demikian ”Apabila seseorang dari kalian hendak
bersujud, hendaknya tidak melakukannya seperti duduknya unta. Tetapi hendaknya meletakkan
tangannya sebelum meletakkan kedua lututnya.” (HR Abu Daud dan Nasa’i).
Beliau SAW bersabda, ”Sesungguhnya kedua tangan turut bersujud sebagaimana sujudnya wajah.
Apabila seseorang dari kalian meletakkan wajahnya diatas tanah, maka hendaklah meletakkan
juga kedua tangannya. Apabila mengangkat wajahnya maka hendaknya mengangkat juga kedua
tangannya.” (HR Ibnu Khuzaimah, Ahmad & Siraj).
Dalam bersujud Beliau meletakkan telapak tangannya, mengembangkannya15, serta
mengarahkannya ke arah kiblat16. Beliau meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua
bahunya17, dan terkadang sejajar dengan kedua telinganya18.
Dalam hadits riwayat Abu Daud dan Ahmad disebutkan bahwa Nabi SAW menekan hidung dan
dahinya ke tanah. Beliau berkata kepada orang yang sholatnya tidak benar ”Jika engkau bersujud
maka lakukanlah dengan menekan.”
Dalam riwayat lain disebutkan ”Bila engkau bersujud, maka lakukanlah dengan cara menekan
wajah dan kedua tanganmu sampai seluruh ruas tulangmu kembali ke tempatnya.” (HR Ibnu
Khuzaimah.)
15 HR Abu Daud dan Hakim serta dibenarkan olehnya serta disetujui oleh Zahabi.
16 HR Ibnu Khuzaimah, Baihaqi dan Hakim serta dibenarkan olehnya dan setujui oleh Zahabi.
17 HR Baihaqi dengan sanad yang sahih, Ibnu Abi Syaibah (1/82/2) dan Siraj dari jalur lain.
18 HR Abu Daud dan Tirmidzi serta dibenarkan olehnya dan Ibnu Mulqin (27/2). Disebutkan dalam kitab Irwa’u al-Ghalil
(309)

Beliau bersabda, ”Tidak sah sholat seseorang yang hidungnya tidak menyentuh tanah sebagai
mana halnya dahinya.” (HR Daruquthni, Thabrani dan Abu Na’im).
Beliau menekan kedua lututnya dan ujung kedua telapak kakinya. Menghadapkan ujung jarinya ke
arah kiblat, merapatkan tumitnya dan menegakkan telapak kakinya.Beliau pun menyuruh berbuat
demikian.
Inilah tujuh anggota yang dipergunakan Nabi SAW untuk bersujud, yaitu dua telapak tangan, dua
lutut, dua kaki, dahi dan hidung. Rasulullah SAW menjadikan dua anggota terakhir (dahi dan
hidung) menjadi satu dalam sujud. Beliau SAW bersabda ”Aku perintahkan untuk bersujud,
(dalam riwayat lain disebutkan : Kami diperintahkan untuk bersujud dengan menggunakan 7
anggota badan) yaitu dahi, (dan menunjuk hidungnya dengan tangan) serta kedua tangan, (Dalam
lafal lain disebutkan : Dua telapak tangan, dua lutut, ujung kedua telapak kaki, dan kami tidak
boleh menyibak19 baju dan rambut).” (HR Bukhari dan Muslim).
Beliau bersabda ”Apabila seorang hamba bersujud, hendaklah menyertakan 7 anggota badan
(wajah, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak tangan).” (HR Muslim, Abu Uwanah
dan Ibnu Hibban).
Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Uwanah dan Ibnu Hibban disebutkan bahwa Nabi SAW
berkomentar terhadap orang yang sholat sedangkan rambutnya diikat dari belakang, ”Orang yang
sholatnya seperti itu sama halnya dengan orang yang sholat menggelung rambunya.”20 Beliau
juga bersabda ”Yang demikain ini menjadi tempat duduk setan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW tidak membentangkan kedua lengannya21, akan tetapi Beliau SAW mengangkat
kedua lengannya, menjauhkan dari sisinya sehingga tampak bulu ketiak putihnya dari belakang22.
Apabila seekor anak domba menerobos di bawah lengannya, tentu dengan mudah dapat
melewatinya23.
Beliau SAW melebarkan lengannya sehingga seorang sahabatnya berkata ”Mungkin kami bisa
menerobos di bawah ketiaknya, saking lebarnya jarak antara lengan dan lambungnya dalam
bersujud.” Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. Beliau SAW
memerintahkan melakukan hal itu dalam sabdanya ”Apabila engkau bersujud, letakkanlah
tanganmu dan angkatlah kedua sikumu.” (HR Muslim dan Abu Uwanah).
”Bersujudlah kamu dengan lurus dan janganlah membentangkan kedua lenganmu seperti
membentangkannya (dalam lafal lain disebutkan : Seperti membentangkan kakinya) anjing.” (HR
Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
”Janganlah seseorang dari kalian membentangkan kedua lengannya seperti anjing
membentangkan kakinya.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
19 Maksudnya adalah menyibak lengan baju dan rambut agar tidak terurai ke bawah pada waktu ruku dan sujud
sebagaimanan disebutkan dalam kitab an-Nihayah. Larangan inii tidak hanya pada waktu sholat. Bahkan apabila sebelum
masuk sholat dia melakukannya, maka menurut jumhur ulama tidak dibolehkan. Hal ini diperkuat oleh larangan Nabi SAW
pada seorang laki-laki yang menyibak rambutnya saat sujud.
20 Maksudnya adalah menyibak lengan baju dan rambut agar tidak terurai ke bawah pada waktu ruku atau sujud
sebagaimana disebutkan dalam kitab an-Nihayah. Larangan ini tidak hanya pada waktu sholat. Bahkan apabila sebelum
masuk sholat dia melakukannya maka menurut jumhur ulama tidak dibolehkan. Hal ini diperkuat oleh larangan Nabi SAW
pada seorang laki-laki yang menyibak rambutnya saat sujud.
21 HR Bukhari & Abu Daud.
22 HR Bukhari & Muslim. Desebutkan dalam Irwa’u al-Ghalil (354)
23 HR Muslim, Abu ‘Uwanah dan Ibnu Hibban
17 Dari 26
”Janganlah kamu membentangkan kedua lenganmu (seperti binatang). Tetapi tegakkanlah
lengamu dan jauhkanlah dari lambungmu. Karena bila engkau melakukan seperti itu maka setiap
anggota badan ikut bersujud denganmu.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Hakim)
B. Kewajiban Thumuninah Dalam Sujud
Rasulullah SAW selalu memerintahkan agar menyempurnakan ruku dan sujud. Orang yang tidak
melakukannya diperumpamakan seperti orang yang lapar. Ia memakan satu atau dua butir kurma
yang tidak mengenyangkan sama sekali. Beliau SAW bersabda ”Orang yang demikian itu adalah
pencuri yang paling buruk.”
Beliau SAW menyatakan tieak sah sholat orang yang ruku dan sujudnya tidak lurus, sebagaimana
yang telah diuraikan pada bab Ruku.
C. Doa-doa Sujud
Dalam sujudnya Rasulullah SAW membaca beberapa zikir dan doa yang berbeda-beda,
diantaranya sebagai berikut :
1. ”Subhana rabbiyal a’la” (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi”), tiga kali atau lebih.
Pernah dalam sholat malam Rasulullah SAW mengucapkan berulang-ulang sehingga lama
sujudnya hampir sama dengan berdirinya. Padahal dalam berdirinya Beliau SAW membaca 3
surah yang panjang (al-Baqarah, an-Nisaa dan Ali Imran), diselingi dengan bacaan doa dan
istighfar sebagaimana yang dijelaskan dalam sholat lail (malam, tahajjud)
2. ”Subhaana rabbiyal a’la wabihamdih.” (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi dan segala
puji bagiNya”).
3. ”Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati warruuhu.” (”Mahasuci dan Mahakudus, Tuhan
malaikat dan ruh).
4. ”Subhaanaka allahumma rabbanaa wabihamdika allahummaghfirlii.” (”Mahasuci Engkau,
wahai Tuhan, Tuhan kami dan dengan memujiMu wahai Tuhan, ampunilah aku”). (HR
Bukhari dan Muslim). Bacaan ini banyak Beliau SAW baca pada saat ruku dan sujudnya
sebagaimana yang diperintahkan al-Qur’an.
5. Dan lain-lain.
D. Larangan Membaca Al-Qur’an Ketika Sujud
Rasulullah SAW melarang membaca al-Qur’an ketika ruku dan sujud. Namun Beliau SAW
menyuruh untuk bersungguh-sungguh dan memperbanayk doa waktu sujud sebagaimana
diterangkan dalam bab Ruku.
Rasulullah SAW bersabda ”Seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia
sedang sujud maka perbanyaklah doa (dalam sujud).” (HR Muslim, Abu Uwanah dan Baihaqi).
E. Melamakan Sujud
Lama Rasulullah SAW melakukan sujud adalah hampir sama dengan lama Beliau SAW melakukan
ruku. Bahkan lebih lama lagi jika Beliau SAW sedang menghadapi masalah yang sulit
sebagaimana dikatakan oleh sahabat Beliau ” Rasulullah SAW keluar menemui pada waktu sholat
Dhuhur atau Ashar. Ketika itu Beliau menggendong Hasan dan Husen. Rasulullah SAW maju lalu
meletakkan gendongannya disebelah kanannya. Kemudian bertakbir untuk melakukan sholat, lalu
sujud dalam sholatnya itu. Beliau SAW bersujud lama sekali.” Perawi berkata ”Aku mengangkat
kepalaku diantara orang banyak. Tapi ternyata anak kecil itu berada diatas punggung Beliau,
padahal Beliau sedang sujud. Kemudian aku kembali sujud. Ketika Rasulullah SAW selesai
melakukan sholat, orang-orang bertanya ”Wahai Rasulullah engkau melakukan sujud dalam
sholatmu ini lama sekali sehingga kami mengira bahwa telah terjadi sesuatu atau engkau sedang
menerima wahyu.” Beliau bersabda ”Semua itu tidak terjadi tetapi cucuku ini naik diatas
punggungku dan aku tidak senang tergesa-gesa sampai anak ini puas dengan keinginannya.”
F. Keutamaan Sujud
Rasulullah SAW bersabda ”Tidak ada seorang pun dari umatku kecuali aku mengenalnya pada
hari kiamat kelak.” Para sahabat bertanya ”Wahai Rasulullah bagaimana Anda mengenal mereka
padahal mereka berada diantara banyak makhluk?” Beliau bersabda ”Bagaimana pendapatmu
jika diantara kumpulan kuda yang berwarna hitam terdapat seekor kuda yang berwarna putih di
dahinya dan pada kaki-kakinya” Bukankah engkau dapat mengenalinya?” Jawab mereka ”Ya.”
Beliau bersabda ”Sesungguhnya pada hari itu umatku memancarkan cahaya putih dari wajahnya
yang bekas sujud dan cahaya putih diwajar, tangan dan kaki yang bekas wudhu.” (HR Ahmad dan
Tirmidzi).
Beliau SAW juga bersabda ”Jika Allah ingin memberikan rahmat kepada ahli neraka maka Allah
memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan mereka yang menyembah Allah lalu malaikat
mengeluarkan mereka. Mereka dikenal karena ada bekas sujud pada wajahnya dan Allah
mengharamkan neraka untuk memakan tanda bekas sujud sehingga mereka dikeluarkan dari
neraka. Semua anggota anak Adam akan dimakan oleh api neraka kecuali tanda bekas sujud.”
(HR Bukhari & Muslim).
G. Sujud Diatas Tanah Dan Tikar
Rasulullah SAW biasa sujud diatas tanah karena masjid Beliau tidak beralaskan tikar atau lainnya.
Banyak hadits yang menerangkan hal ini diantaranya hadist Abu Said al-Khudri.
Dalam hadits riwayat Muslim dan Abu Uwanah disebutkan bahwa para sahabat melakukan sholat
berjamaah bersama Beliau ketika cuaca sangat panas. Jika diantara mereka ada yang tidak sanggup
menempelkan dahinya ke tanah, maka dia membentangkan kainnya dan sujud diatas kain tersebut.
Rasulullah SAW bersabda ”Bumi seluruhnya telah dijadikan sebagai masjid dan alat untuk
bersuci (tayamum) bagiku dan seluruh umatku. Untuk itu dimana saja seseorang dari umatku
menemui waktu sholat maka disitulah masjidnya dan alat bersucinya. Sebelumku mereka tidak
dapat melakukan demikain karena meraka sholat di gereja-gereja dan kuil-kuil.” (HR Ahmad dan
Baihaqi).
Terkadang Beliau SAW melaksanakan sholat diatas tanah yang becek. Hal ini pernah terjadi pada
pagi hari tanggal 12 Ramadhan ketika turun hujan dan halaman masjid tergenang air sedangkan
atapnya terbuat dari pelepah kurma. Sehingga Rasulullah SAW terpaksa sujud diatas tanah yang
becek. Abu Sa’id al-Khudri dalam riwayat Bukhari dan Muslim berkata ”Saya melihat Rasulullah
dan dikening serta hidung Beliau terlihat bekas lumpur.”
Sementara itu dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa kadang Rasulullah
SAW sholat diatas khumrah (tikar atau anyaman selebar sapu tangan) atau diatas tikar kecil. Nabi
SAW pernah sujud diatas tikar yang sudah hitam karena sudah lama dipakai.
H. Bangkit Dari Sujud (I’tidal)
Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dari sujud (i’tidal) seraya mengucapkan takbir. Beliau
SAW memerintahkan orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukan yang demikian, ”Tidak
sempurna sholat seseorang hinga sujud sampai tulang punggungnya tenang, kemudian
mengucapkan Allhu Akbar. Lalu bangkit dari sujud sehingga duduk dengan tegak.” (HR Ahmad
dan Abu Daud).
Terkadang Beliau SAW mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan takbir. Kemudian
membentangkan kaki kiri dan duduk diatas telapaknya dengan tenang. Beliau SAW juga menyuruh
orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukannya dan Beliau bersabda kepada orang itu
”Jika kamu bersujud maka hendaknya kamu menekan. Apabila bangkit dari sujud (i’tidal) maka
duduklah diatas betis kirimu.” (HR Bukhari dan Baihaqi).
Beliau SAW menegakkan kaki kanannya dan menghadapkan jari-jari kanannya ke arah kiblat.
I. Thumuninah Ketika Duduk Diantara Dua Sujud
Terkadang Rasulullah SAW duduk dengan menegakkan telapak kaki dan tumit kedua kakinya.
Rasulullah SAW melakukan duduk diantara dua sujud dengan thumuninah sehingga tuliang
belakangnya rata dan mapan. Beliau SAW juga menyuruh orang yang salah dalam sholatnya untuk
melakukan hal itu. Beliau SAW bersabda ”Tidak sempurna sholat seseorang diantara kamu
sehingga dia melakukan yang demikian.” (HR Abu Daud dan Hakim).
Beliau SAW melamakan duduknya sehingga hampir sama dengan sujudnya. Demikian yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Terkadang Beliau SAW diam lama sampai ada yang
mengatakan ”Beliau telah lupa.”
J. Doa Ketika Duduk Diantara Dua Sujud
Ketika duduk diantara dua sujud Rasulullah SAW membaca doa sebagai berikut :
1. ”Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii, wahdinii, wa’aanifinii, warzuqnii.” (”Ya Allah
ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku petunjuk,
jadikanlah aku sehat dan berilah rizki.” (HR Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2. ”Rabbighfirlii rabbighfirlii.” (Wahai Tuhan, ampunilah aku, ampunilah aku”)
Beliau kadang membaca kedua doa tersebut ketika sholat malam24. Kemudian Beliau bertakbir dan
sujud yang kedua kalinya. Beliau menyuruh orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukan
yang demikian. Beliau SAW mengatakan kepadanya setelah menyuruhnya untuk melakukan
thumuninah ketika duduk antara dua sujud ”Kemudian hendaknya kamu mengucapkan Allahu
Akbar. Lalu sujud sehingga ruas-ruas tulang punggungmu rata atau mapan. Kemudian melakukan
hal itu dalam semua sholat kamu.” (HR Abu Daud dan Hakim).
Nabi SAW kadang mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan takbir. Beliau SAW
melakukan sujud kedua sebagaimana sujud pertama kemudian bangkit sambil mengucapkan takbir.
Beliau SAW menyruh melakukan itu kepada orang yang salah dalam sholatnya sebagaimana
perkataan Beliau kepada orang tersebut setelah menyuruhnya untuk melakukan sujud yang kedua.
Kemudian Beliau mengangkat kepalanya dan bertakbir. Beliau mengatakan kepadanya ”Kemudian
lakukanlah hal itu dalam setiap ruku dan sujud. Jika kamu melakukannya maka sempurnalah
sholatmu. Tapi jika kamu menguranginya sedikit saja dari hal itu maka kamu telah mengurangi
sholatmu.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
24 Doa-doa ini tidak khusus dibaca pada sholat sunnah saja, melainkan disyariatkan juga untuk sholat fardhu, karena sholat
sunnah dan fardhu tidaklah berbeda. Demikianlah menurut Imam Syafi’I, Ahmad dan Ishaq. Mereka mengatakan bahwa
doa-doa ini boleh dibaca pada waktu sholat fardhu dan sholat sunnah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
Imam Thahawi juga mengatakan demikain sebagaimana disebutkan dlam kitab Musykil al-Atsar. Pandangan yang benar
akan menguatkan hal itu. Karena dalam semua bagian sholat telah disyariatkan adanya doa, maka sepatutnya hal itu juga
berlaku disini. Hal ini tidak sulit untuk dipahami.

Setelah itu Beliau SAW duduk tegak. Yaitu duduk diatas telapak kaki kirinya dengan tegak sampai
setiap ruas tulang punggungnya mapan. Kemudian Nabi SAW bangkit ke rakaat kedua dengan
tangan bertumpu ke tanah. Demikian diriwayatkan Bukhari dan Syafi’i.
Menurut riwayat Abu Ishaq dan Bihaqi Nabi SAW bertumpu pada kedua tangannya jika berdiri ke
rakaat berikutnya. Lalu ketika berdiri pada rakaat kedua, Beliau SAW mengawali bacaan dengan
alhamdulillah tanpa diam lebih dahulu. Demikian menurut Muslim dan Abu Uwanah. Pada rakaat
kedua ini Nabi SAW melakukan seperti yang Beliau SAW lakukan pada rakaat pertama, hanya saja
bacaannya lebih pendek.
Nabi SAW telah memerintahkan orang yang sholatnya salah untuk membaca al-Faatihah pada
setiap rakaat sebagaimana sabda Beliau kepada orang tersebut setelah membaca al-Faatihah pada
rakaat pertama, ”Kemudian lakukanlah seperti itu pada seluruh sholatmu.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan ”Pada setiap rakaat dalam sholatmu.” (HR. Ahmad). Dalam
riwayat lain Beliau SAW bersabda ”Pada setiap rakaat ada bacaan (al-Faatihah).” (HR Ibnu
Majah dan Ibu Hibban).
TASYAHHUD AWAL
Rasulullah SAW duduk tasyahud setelah rakaat kedua, jika sholat yang dilakukannya hanya dua
rakaat, seperti sholat Subuh. Menurut Nasa’i Beliau SAW duduk iftirasy’ (duduk diatas telapak kaki
kiri yang dihamparkan dalam telapak kaki kanan yang ditegakkan), seperti ketika Beliau duduk
diantara dua sujud. Demikian juga apabila Beliau SAW duduk pada tasyahhud awal dalam sholat tiga
atau empat rakaat.
Beliau SAW menyuruh orang yang salah sholatnya untuk melakukan hal itu sebagaimana sabdanya
”Bila kamu duduk dipertengahan sholat, hendaklah kamu melakukan thumuninah. Lalu hamparkanlah
telapak kaki kirimu kemudian bacalah tasyahud.” (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa
Nabi SAW telah melarangnya duduk diatas tumit seperti duduknya anjing. Dalam hadits Muslim dan
Abu Uwanah, Nabi SAW melarang duduk diatas tumit seperti duduknya setan.
Muslim dan Abu Uwanah meriwayatkan bahwa apabila duduk tasyahhud, Nabi SAW meletakkan
tangan kanan diatas paha kanannya (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut kanannya) dan
meletakkan telapak tangan kirinya pada paha kiri (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut kirinya).
Merenggangkan telapak tangannya diatas lutut.
Menurut Nasa’i, Nabi SAW meletakkan siku kanan diatas pada kanannya. Nabi SAW melarang
bertumpu pada tangan kirinya pada waktu duduk tasyahud dalam sholat sebagaimana sabdanya ”Cara
semacam itu adalah cara sholat orang Yahudi.” (HR Baihaqi dan Hakim).
Dalam hadits lain disebutkan ”Janganlah engkau duduk seperti itu karena duduk seperti tiu adalah
duduknya orang yang sedang diazab.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan ”Duduk seperti itu adalah cara duduk orang-orang yang dimurkai Allah.”
(HR Abdur Razzaq).
A. Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Duduk Tasyahhud.
Dalam hadits riwayat Muslim dan Abu Uwanah disebutkan bahwa Nabi SAW merenggangkan
telapak tangan kiri diatas lutut kirinya. Tetapi Beliau SAW menggenggam semua jari tangan
kanannya dan mengacungkan telunjuknya ke kiblat. Lalu mengarahkan pandangan mata ke
telunjuknya.
Pada riwayat yang sama disebutkan bahwa ketika Beliau SAW mengacungkan telunjuknya ibu
jarinya memegang jari tengah. Terkadang ibu jari dan jari tengahnya membentuk lingkaran.
Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Nabi SAW menggerak-gerakkan jari telunjuknya
sembil berdoa. Beliau bersabda ”(Gerakan jari telunjuk) lebih ditakuti setan daripada pukulan
besi.” (HR Ahmad dan Bukhari).
Sebagian sahabat Nabi SAW telah mengambil suatu perbuatan atau meniru perbuatan sahabat yang
lain yaitu menggerakkan telunjuknya sambil berdoa. Beliau SAW melakukan ini dalam dua
tasyahhudnya (tasyahhud awal dan akhir).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Nasa’i disebutkan bahwa Nabi SAW pernah melihat
seorang sahabat berdoa sambil mengacungkan dua jarinya. Lalu Beliau SAW bersabda sambil
mengacungkan telunjuknya kepada orang itu ”Satu saja! Satu saja!.”
B. Kewajiban Duduk Tasyahhud Awal Dan Membaca Doa
Nabi SAW membaca doa tahiyat setiap dua rakaat. Yang pertama kali Beliau SAW lakukan dalam
duduk (pada rakaat kedua) adalah membaca “At-tahiyyatu lillah.” Apabila Beliau lupa melakukan
duduk (tasyahhud) pada dua rakaat yang pertama maka Beliau melakukan sujud sahwi. Beliau
SAW menyuruh melakukan itu, ”Bila kamu sekalian duduk pada setiap dua rakaat ucapkanlah attahiyyat.
Kemudian hendaklah seseorang memilih doa yang disenanginya dan memohon (apa yang
diminta) kepada Allah Yang Mahaperkasa dan Mahamulia.” (HR Nasa’i, Ahmad, dan Thabrani).
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW mengajarkan tasyahhud
kepada para sahabatnya seperti Beliau mengajarkan surah-surah al-Qur’an. Menurut sunnah (hadits
riwayat Abu Daud dan Hakim), bacaan tasyahhud ini diucapkan dengan samar.
C. Macam-Macam Bacaan Tasyahhud
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya berbagai macam bacaan tasyahhud.
1. Tasyahhud Ibnu Mas’ud
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan tasyahhud sambil
menggenggam tangannya seperti Beliau mengajarkan surah al-Qur’an,
”Attahiyyatulillah, washolawaatu wath-thoyyibaatu, assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu ......
(Semua ucapan penghormatan, pengagungan, dan pujian hanya milik Allah. Segala
pemeliharaan dan pertolongan Allah akan diberikan untukmu, wahai Nabi ..........) (dan
seterusnya).
2. Tasyahhud Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas berkata ”Rasulullah telah mengajarkan kepada kami tasyahhud sebagaimana Beliau
mengajarkan kepada kami surah al-Qur’an dimana bacaan tersebut berbunyi,
”Attahiyyaatul mubaarakaatush sholawaatuth thoyyibaatulillah, assalaamu’alaika ayyuhan
nabiyyu warahmatullaahi bawarakaatuh ...... (Segala ucapan penghormatan, berkah dan
karunia, ucapan pengagungan dan pujian hanyalah milik Allah. Semua perlindungan dan
pmeliharaan akan diberikan untukmu, wahai Nabi, begitu pula rahmat Allah dan karuniaNya.
.....) (dan seterusnya).
3. Tasyahhud Ibnu Umar
Rasulullah SAW mengucapkan dalam tasyahhudnya,
”Attahiyyatulillah, washolawaatu wath-thoyyibaatu, assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullaahi wabarakaatuh ..... (Semua ucapan penghormatan milik Allah, begitu pula
kurnia dan pengagungan. Segala pertolongan dan pemeliharaan akan diberikan untukmu,
wahai Nabi ..........) (dan seterusnya).
4. Dan lain-lain.
Perlu diperhatikan :25
Lafal assalaamu’alaika ini hanya diucapkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup saja oleh
para sahabat. Ketika Rasulullah SAW sudah meninggal, para sahabat tidak lagi menggunakan katakata
assalaamu’alaika lagi tetapi menggantinya dengan menggunakan kata assalaamu’alannabi.
Demikian yang telah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud berkata ”(Tasyahhud No. 1 itu digunakan) Pada saat itu Beliau (Nabi SAW) berada
bersama kami, namun setelah Beliau SAW wafat, kami mengucapkan ’Assalaamu’alannabi ....... (
sampai dengan selesei)’.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah,
II/90/I juga oleh Siraj dan Abu Ya’la dalam Musnadnya II, halaman 528 hadits ini ditakhrij dalam
kitab Irwaa’ul Ghaliil No. 321.
Demikian juga Ibnu Hajar yang berkata ” Benar telah sahih riwayat itu tanpa keraguan (karena
telah tetap riwayat tersebut dalam sahih al-Bukhari). Dan sungguh aku telah jumpai mutaba’an
(riwayat yang lain) yang menguatkannya.” ’Abdur razzaq berkata : Ibnu Juraij mengabarkan
kepadaku, ia berkata, ’Atha’ mengabarkan kepadaku bahwasannya para sahabat dahulu ketika Nabi
SAW masih hidup mengucapkan assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu. Setelah Beliau SAW wafat
mereka mengucapkan assalaamu’alannabi. Riwayat ini sanadnya shahih.
Untuk lebih jelas pembahasan masalah ini silahkan membaca buku ”Biografi Syaikh Al-Albani
Mujaddin Dan Ahli Hadits Abad Ini” karangan Mubarak bin Mahfudh Bamuallim LC. Diterbitkan
oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i, dalam bab ’Sunnah-Sunnah Yang Dihidupkan Oleh Imam Al-
Albani’, halaman 101.
D. Shalawat Nabi, Tempat Dan Lafalnya
Rasulullah SAW membaca shalawat untuk dirinya pada tasyahhud awal dan lainnya. Beliau SAW
menganjurkan umatnya untuk melakukan itu seperti Beliau memerintahkan untuk mengucapkan
shalawat setelah mengucapkan salam kepadanya. Beliau SAW mengajarkan kepada para sahabat
berbagai macam lafal shalawat. Diantaranya adalah sebagai berikut,
1. “Allahumma sholi ‘ala muhammad, wa’ala ahli baitih, wa’ala azwaajihi, wadzurriyyatihi,
kamaa shollaita ‘ala aali ibraahim, innaka hamiidun majiid, wabaarik ‘ala muhammad, wa’ala
azwaajihii wadzurriyyatihi, kamaa baarakta ‘ala baitihi aali ibraahim innaka hamiidun
majid(Ya Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad 26 keluarganya, istrinya, dan
25 Tulisan ini diambil dari buku ”Biografi Syaikh Al-Albani, Mujaddin Dan Ahli Hadits Abad Ini” karangan Mubarak bin
Mahfudh Bamuallim LC. Diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i, dalam bab ’Sunnah-Sunnah Yang Dihidupkan Oleh
Imam Al-Albani’, halaman 101.
26 Pengertian shalawat Nabi yang paling baik telah dikemukakan oleh Abu ‘Aliyah bahwa maksud Allah bershalawat
kepada Nabi adalah Allah memuji dan memuliakannya. Sedangkan maksud Malaikat bershalawat kepada Nabi adalah
mereka memohon kepada Allah untuk memberi kedudukan terpuji dan terhormat kepada Beliau. Ibnu Hajar dalam kitab
keturunannya sebagaimana Engkau (Allah) telah berikan kepada keluarga Ibrahim. …… (dan
seterusnya).
Inilah lafal shalawat yang biasa dibaca Nabi SAW.
2. “Allahumma sholli ‘ala muhammad, wa’ala aali muhammad, kamaa shollaita ‘ala ib-roohiim,
wa’ala ib-rohiim, innaka hamiidun majiid, Allahumma baarik ‘ala muhammad, wa’ala aali
muhammad, kamaa baarokta ‘ala ib-roohiim, wa’ala ib-rohiim, innaka hamiidun majiid” (Ya
Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah
memberikan rahmat kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Sesungguhnya Engkau
Mahaterpuji lagi Mahaagung ………(dan seterusnya).
3. Dan lain-lain.
E. Bangkit Ke Rakaat Ketiga Dan Keempat
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bangkit ke rakaat ketiga
seraya mengucapkan takbir. Beliau SAW memerintahkan orang yang shalatnya salah untuk
melakukan itu sebagaimana sabdanya, ”Kemudian lakukanlah seperti itu pada setiap rakaat dan
sujud”.
Nabi SAW mengucapkan takbir ketika bangkit dari duduk, kemudian Beliau SAW berdiri. Beliau
SAW kadang mengangkat kedua tangnnya bersamaan dengan mengucapkan takbir. Demikian yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud.
Apabila Beliau SAW hendak bangkit ke rakaat keempat, Beliau SAW mengucapkan ”Allahu
akbar”. Beliau SAW mengangkat kedua tangnnya bersamaan saat takbir. Beliau SAW menyuruh
orang yang shalatnya salah untuk melakukan seperti ini.
Kemudian Beliau SAW duduk tegak diatas kaki kirinya sampai ruas tulang punggungnya mapan
(lurus). Lalu, Beliau SAW bangkit seraya bertumpu dengan tangannya ke tanah. Demikian
diriwayatkan Bukhari dan Abu Daud.
F. Membaca Qunut Nazilah Pada Shalat Lima Waktu Karena Terjadi Musibah Yang Menimpa
Kaum Muslim
Imam Bukhari dan Ahmad meriwayatkan bahwa apabila Nabi SAW bermaksud memohon
kebaikan atau kecelakaan bagi seseorang, Beliau SAW membaca qunut (do’a dalam shalat pada
posisi berdiri) pada rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku, yaitu setelah mengucapkan
sami’allaahu liman hamidah, allaahumma rabbana lakal hamdu. Beliau SAW mengucapkannya
dengan suara keras seraya mengangkat kedua tangannya dan para makmum dibelakang Beliau
SAW mengamininya (membaca amin).
Nabi SAW membaca qunut pada shalat-shalat wajib, tetapi Beliau SAW hanya melakukannya
apabila memohon kebaikan atau malapetaka untuk suatu kaum. Demikian yang diriwayatkan oleh
Abu Daud, Daruquthni dan Ibnu Khuzaimah.
Beliau SAW pernah membaca do’a qunut sebagai berikut ”Allahumma anjil waliidabnal waliid,
wasalamatabna hisyam, wa’ayyaasyabna abii rabii’at, allahummasydud wath ataka ‘ala mudhoro
waj’alhaa ‘alaihim kasinii yuusuf, allahummal’an lahyaana wara’laan wadzakwaana
wa’ushoyyata ‘ashotillaha warasuulah” (Ya Allah selamatkanlah Walid bin Walid, Salamah bin
Hisyam dan ’Ilyas bin Abi Rabi’ah. Ya Allah kuatkanlah cengkeramanMu depada suku Mudhar
Fathul Bari mengemukakan pendapat yang populer tentang makna Allah bershalawat kepada Nabi yaitu Allah memberi
rahmat kepadanya. Pembahasan secara mendetail telah dipaparkan oleh Ibnu Qayyim dalam kitab Jala’ul Afham.
dan turunkanlah malapetaka kepada mereka seperti malapetaka pada zaman Yusuf. Ya Allah
kutuklah suku Lahyan dan Ra’l, Dzakwan dan para pendurhaka yang telah durhaka kepada Allah
dan RasulNya) (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Setelah membaca qunut, Nabi SAW mengucapkan Allahu akbar, lalu sujud. Demikian menurut
Nasa’i dan Ahmad.
G. Membaca Qunut Witir
Dalam hadits riwayat Ibnu Nashr dan Daruquthni disebutkan bahwa Nabi SAW terkadang27
membaca qunut dalam shalat witir. Beliau SAW melakukan qunut itu sebelum ruku, sebagaimana
diriwayatkan Abu Daud dan Nasa’i.
Hasan bin Ali diajari do’a witir setelah membaca surah dalam shalat witir. Bacaan tersebut adalah
sebagai berikut “Allahummahdinii fiiman hadait, wa’aafinii fiiman ‘aafait, watawalanii fiiman
tawallait …… (dan seterusnya) (Ya Allah berikanlah aku petunjuk pada jalan orang yang telah
Engkau beri petunjuk, berilah aku pertolongan sebagaimana Engkau memberi pertolongan kepada
orang-orang yang Engkau tolong ……… (dan seterusnya) (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Abi
Syaibah).

TASYAHHUD AKHIR DAN SALAM
A. Tasyahhud Akhir dan Kewajiban Membacanya
Setelah rakaat keempat, Nabi SAW duduk tasyahhud akhir. Dalam tasyahhud akhir ini Beliau
SAW memerintahkan untuk membaca bacaan seperti pada tasyahhud awal. Juga melakukan
kegiatan seperti di awal. Hanya saja pada tasyahhud akhir ini Beliau SAW duduk tawaruk. Yaitu
punggung telapak kaki kiri menempel ke tanah, ujung kaki kiri dan kaki kanan berada pada satu
sisi. Sehingga menjadikan kaki kiri berada di bawah paha dan punggung betis kaki kanan. Juga
dengan menegakkan telapak kaki kanannya tetapi kadang mendatarkannya.
Beliau SAW menahan tubuhnya pada lutut kirinya dengan telapak tangan kirinya. Nabi SAW
mencontohkan shalawat seperti Beliau SAW mencontohkan hal itu dalam tasyahhud awal,
sebagaimana yang telah dijelaskan.
B. Kewajiban Membaca Shalawat Nabi pada Tasyahhud Akhir
Nabi SAW pernah mendengar seseorang mengucapkan do’a dalam shalatnya tetapi tanpa
mengucapkan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi SAW, lalu Beliau SAW bersabda
kepadanya, “Orang ini tergesa-gesa”. Kemudian Beliau SAW memanggil orang itu lalu bersabda
kepadanya dan orang yang lainnya, “Bila seseorang shalat, hendaklah ia memulainya dengan
bacaan tahmid dan pujian kepada Allah ‘azza wa jalla. Kemudian mengucapkan shalawat Nabi
lalu memanjatkan do’a yang diinginkannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim).
27 Para sahabat yang meriwayatkan shalat witir ini tidak menyebutkan adanya qunut. Maka kami katakan bahwa hal itu
”kadang” Beliau SAW lakukan. Sebab bila Nabi SAW selalu melakukannya, tentu para sahabat akan meriwayatkannya.
Memang hanya Ubay bin Ka’ab yang meriwayatkan hal itu dari Nabi SAW. Hal ini menunjukkan bahwa Beliau SAW
melakukannya kadang-kadang dan tidak wajib. Inilah yang menjadi pendapat jumhur ulama. Hal ini juga diakui ahli fikih,
Ibnu Hammam dalam Kitab Fathul Qadir (1/306, dan 360). Ia menyatakan bahwa mewajibkan qunut dalam witir adalah
pendapat lemah yang tidak berdasarkan dalil yang kuat. Hal ini merupakan sikap lapang dadanya (maksudnya Ibnu
Hammam) dan tidak fanatik terhadap mazhabnya. Sebab mazhab yang diikutinya berlawanan dengan pendapatnya ini.
Rasulullah SAW melihat seseorang sedang shalat. Kemudian ia membaca hamdalah dan memuji
Allah lalu mengucapkan shalawat Nabi. Beliau SAW bersabda kepadanya ”Memohonlah niscara
akan dikabulkan dan mintalah niscara akan diberi.” (HR. Nasa’i).

C. Kewajiban Memohon Perlindungan dari 4 Macam Hal
Nabi SAW bersabda, ”Bila seseorang selesai membaca tasyahhud (akhir), hendaklah ia memohon
perlindungan kepada Allah dari 4 perkara. Yaitu ’Allahumma innii a’uudzubika min ’adzaabi
jahannam wamin ’adzaabil qobri, wamin fitnatil mahyaa wal mamaat, wamin syarri fitnatil
masiihid dajjaal’ (Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa
kubur, dari fitnah hidup dan mati, dari fitnah Dajjal’. Selanjutnya hendaklah ia berdo’a memohon
kebaikan untuk dirinya sesuai kepentingannya”. (HR. Muslim, Abu Uwanah, dan Nasa’i).
Menurut Abu Daud dan Ahmad, Nabi SAW biasa membaca do’a tersebut dalam tasyahhudnya.
Nabi SAW mengajarkan do’a tersebut kepada para sahabatnya seperti Beliau SAW mengajarkan
surah Al-Qur’an kepada mereka.

D. Membaca Salam
Nabi SAW mengucapkan salam dengan menoleh ke kanan seraya mengucapkan “Assalaamu
‘alaikum warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kanannya yang putih. Juga menoleh ke kiri seraya
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kirinya yang putih.
Demikian diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi.
Menurut riwayat Abu Daud terkadang Nabi SAW menambahkan dengan “Wabarokaatuh” pada
salam pertamanya.
Dalam hadits riwayat Nasa’I disebutkan bahwa ketika menoleh ke kanan, terkadang Beliau SAW
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, dan ketika menoleh ke kiri hanya
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum”. Terkadang Beliau SAW mengucapkan salam sekali saja
dengan ucapan “Assalaamu ‘alaikum” (dengan sedikit memalingkan wajahnya ke kanan).
Demikian yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi.
Ketika mengucapkan salam para sahabat ada yang mengisyaratkan (menggerakkan) dengan tangan
mereka waktu menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini dilihat oleh Rasulullah SAW, lalu Beliau
SAW bersabda, ”Mengapa kamu menggerakkan tanganmu seperti ekor kuda yang gelisah? Bila
seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaknya ia berpaling kepada temannya dan tidak
perlu menggerakkan tangannya”. (Ketika mereka melakukan shalat berikutnya bersama Rasulullah
SAW, mereka tidak melakukannya lagi.
Dalam riwayat lain dikatakan ”Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya diatas
pahanya, kemudian mengucapkan salam dengan menoleh ke saudaranya yang ada disebelah
kanannya dan saudaranya disebelah kirinya”. (HR. Abu Uwanah dan Thabrani).

PENUTUP
Semua sifat shalat Nabi SAW yang telah diuraikan diatas adalah berlaku bagi semua orang, baik pria
maupun wanita. Sabda Nabi SAW yang mengatakan ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat”, bersifat umum dan juga mencakup kaum wanita. Ibrahim an-Nakhai berkata ”Wanita
melakukan pekerjaan dalam shalat seperti yang dilakukan kaum pria”. Demikian diriwayatkan Ibnu
Abi Syaibah dengan sanad shahih.
Sementara itu hadits yang mengatakan bahwa wanita harus menutup tangan mereka saat sujud yang
tidak sama dengan pria, maka sebenarnya hadits tersebut mursal sebagaimana diriwayatkan Abu Daud.
Begitu juga hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Umar bahwa dia menyuruh istrinya
untuk duduk bersila dalam shalat, sanadnya tidak sahih. Sedangkan Imam Bukhari dalam Tarikh ash-
Shaghir halaman 95 meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ummud Darda bahwa dia duduk
dalam shalat sebagaimana duduknya laki-laki, padahal dia seorang wanita paham agama.

Friday, June 3, 2011

Perintah untuk Memelihara Jenggot dan Menggunting kumis

"Ketika Kisro (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beli...au bertanya,”Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, ”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha) ************ Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623) Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625) Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624) Hadits keempat, dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim no. 626) Hadits kelima, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari no. 5893) Hadits keenam, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)

Hukum Mengucapkan, Menjawab serta Memenuhi Undangan Hari Natal

Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan Allah.”Demikian ungkapan beliau rahimahullaah.
Haramnya mengucapkan selamat kepada kaum kuffar atas hari raya agama mereka, sebagaimana dipaparkan oleh Ibnul Qayyim, karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridla terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha kekufuran itu bagi dirinya. Kendati demikian, bagi seorang muslim diharamkan ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat dengan syi’ar tersebut  kepada orang lain, karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha terhadap semua itu, sebagaimana firman-Nya,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) dan mengucapkan selamat kepada mereka dengan semua itu adalah haram, baik ikut serta di dalamnya ataupun tidak.”
Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan.
Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita dan Allah Ta’ala tidak meridhai hari raya tersebut, baik itu merupakan bid’ah atau memang ditetapkan dalam agama mereka. Namun sesungguhnya itu telah dihapus dengan datangnya agama Islam yang dengannya Allah telah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam kepada seluruh makhluk. Allah telah berfirman tentang agama Islam,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Seorang muslim haram memenuhi undangan mereka dalam perayaan ini, karena ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka, karena dalam hal itu berarti ikut serta dalam perayaan mereka. Juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyamai kaum kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam momentum tersebut atau saling bertukar hadiah, membagikan permen, parsel, meliburkan kerja dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah dalam bukunya Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalafah Ashab al-Jahim menyebutkan, “Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya milik mereka menumbuhkan rasa senang pada hati mereka (kaum muslimin) terhadap keyakinan batil mereka. Dan bisa jadi memberi makan pada mereka dalam kesempatan itu dan menaklukan kaum lemah.” Demikian ucapan beliau rahimahullah.
Dan barangsiapa melakukan di antara hal-hal tadi, maka ia berdosa, baik ia melakukannya sekedar basa-basi atau karena mencintai, karena malu atau sebab lainnya. Karena perbuatan tersebut termasuk bentuk mudahanan (penyepelan) terhadap agama Allah dan bisa menyebabkan teguhnya jiwa kaum kuffar dan membanggakan agama
mereka.

Shaf Shalat harus Rapat dan Lurus

Kita sering mendengar bahwa jika dalam sholat berjamaah shaf makmum harus lurus dan rapat. Dan sebelum memulai shalat berjamaah imam biasanya akan memerintahkan makmum untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Bahkan di dalam hadits disebutkan bahwa lurus dan rapatnya shaf adalah termasuk kesempurnaan shalat berjamaah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat!” (HR. Al-Bukhori, dalam Fathul Bari’ no. 723)
Bagaimana sih shaf yang rapat dan lurus itu alias shaf yang benar?
Shaf yang benar ialah shaf yang lurus kemudian rapat antara bahu kita dengan bahu orang di sebelah kita, dan kaki kita dengan kaki orang di sebalah kita.
Shahabat Nu’man bin basyir berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kepada manusia (jamaah shalat) lalu bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian (beliau menyebutkannya tiga kali)! Demi Allah, sungguh-sungguh kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan benar-benar membuat hati-hati kalian berselisih.” Maka Nu’man bin Basyir pun melihat seseorang menempelkan bahunya kepada bahu orang disebelahnya, dan mata kakinya dengan mata kaki orang yang disebelahnya.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Luruskan shaf kalian, jadikan setentang di antara bahu-bahu, dan tutuplah celah-celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan celah-celah bagi syaithon. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah menyambungkannya, dan barangsiapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya.” (HR. Bukhori, Abu Dawud no. 666, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abu Dawud)
Jika shaf shalat renggang dan tidak lurus, maka syetan pun akan dengan mudahnya masuk ke celah-celah shaf yang kosong dan mengganggu kita dalam sholat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Rapatkanlah shaf-shaf kalian, saling dekatkan, dan luruskan dengan leher-leher kalian. Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku melihat syaithan masuk ke celah shaf seperti seekor anak domba.”. (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Apa yang akan terjadi bila shaf tidak rapat dan lurus?
Jika kita tidak mau merapatkan dan meluruskan shaf, maka Allah akan membuat hati kita berselisih sehingga umat muslim tidak bersatu, saling berbeda aqidah dan manhaj.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah akan membuat berselisih di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Al-Bukhoriy no. 717, Muslim no. 127, lafadz ini dari Muslim)
Makna Berpaling/Berselisihnya Wajah
Para ulama berbeda pendapat tentang makna "berpalingnya atau berselisihnya wajah". Sebagian mereka berpendapat, bahwasanya maknanya adalah sungguh Allah subhanahu wa ta'ala akan memalingkan antar wajah-wajah mereka dengan memalingkan sesuatu yang dapat dirasakan panca indera, yaitu dengan memutar leher, sehingga wajahnya berada dibelakangnya, dan Allah subhanahu wa ta'ala Maha Mampu atas segala sesuatu.
Dialah Allah 'Azza Wa Jalla yang telah menjadikan sebagian keturunan Nabi Adam (yaitu Bani Israil) menjadi kera, di mana Allah subhanahu wa ta'ala berkata kepada mereka: "Jadilah kalian kera yang hina" (Al-Baqarah:65) maka jadilah mereka kera.
Maka Allah subhanahu wa ta'ala mampu untuk memutar leher manusia sehingga wajahnya berada di punggungnya, dan ini adalah siksaan yang dapat dirasakan panca indera.
Adapun ulama yang lain berpendapat, bahwa yang dimaksudkan perselisihan di sini adalah perselisihan maknawiyyah, yakni berselisihnya hati, karena hati itu mempunyai arah, maka apabila hati itu bersepakat terhadap satu arah, satu pandangan, satu aqidah dan satu manhaj, maka akan didapatkan kebaikan yang banyak. Akan tetapi sebaliknya apabila hati berselisih maka ummat pun akan berpecah belah. Sehingga yang dimaksud perselisihan dalam hadits ini adalah perselisihan hati, dan inilah tafsiran yang paling shahih/benar, karena terdapat dalam sebagian lafazh hadits, "atau sungguh Allah akan palingkan antar hati-hati kalian."
Dengan alasan inilah, maka yang dimaksud dengan sabda beliau, "atau sungguh Allah akan palingkan antar wajah-wajah kalian", yakni cara pandang kalian, yang hal ini terjadi dengan berselisihnya hati.
“Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah akan membuat berselisih di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Al-Bukhoriy no. 717, Muslim no. 127, lafadz ini dari Muslim)
Imam Nawawi sendiri berkata: “Makna hadits ini adalah akan terjadi di antara kalian permusuhan, kebencian, dan perselisihan di hati.”
Maka hendaklah para imam mengingatkan makmumnya agar merapatkan dan meluruskan shaf. Kita harus memperhatikan masalah ini, karena Rasulullah dan para Khulafa'ur Rasyidin, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali sangat memperhatikan masalah ini. Ketika kaum muslim telah banyak di zaman Umar, maka beliau selalu memerintahkan seseorang untuk memeriksa kerapatan dan kelurusan shaf sebelum memulai shalat, apabila shaf telah rapat dan lurus, barulah beliau memulai shalat.
Maka, marilah kita merapatkan dan meluruskan shaf shalat kita dan kita beritahu saudara-saudara kita yang belum mengetahui.

Thursday, June 2, 2011

Tahiyat akhir pada 2 rakaat

Adanya suatu pendapat disuatu golongan yang menyatakan bahwa duduk tahiyat akhir yang padanya dua rakaat itu adalah iftirasy, yaitu seperti duduk diantara dua sujud dan duduk di tahiyat awal. hal ini berlaku di setiap shalat yang terdiri dari dua rakaat, misalnya shalat shubuh, shalat jum’at dan shalat-shalat sunnat yang berjumlah dua rakaat. Pendapat mereka diperkuat oleh hadits-hadits sebagai berikut:
Sepengetahuan kami pendapat seperti yang saudara kemukakan itu beralasan dengan beberapa keterangan sebagai berikut;
إِنَّ مِنْ سُنَّةِ الصَّلَاةِ أَنْ تُضْجِعَ رِجْلَكَ الْيُسْرَى وَتَنْصِبَ الْيُمْنَى. رواه النسائي
“Sesungguhnya dari sunnah salat itu engkau menghamparkan kaki kirimu dan menegakkan kaki kananmu”. Hr.An-Nasai I:235

مِنْ سُنَّةِ الصَّلَاةِ أَنْ تَنْصِبَ الْقَدَمَ الْيُمْنَى وَاسْتِقْبَالُهُ بِأَصَابِعِهَا الْقِبْلَةَ وَالْجُلُوسُ عَلَى الْيُسْرَى. رواه النسائي
“Dari sunah salat itu adalah engkau menegakkan kaki kananmu, menghadapkan jari-jarinya ke kiblat, dan duduk di atas kaki kiri”. Hr.An-Nasai I:236
فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ. رواه ابو داود
”Maka apabila kamu duduk dipertengahan salat, hendaklah kamu tumakninah, dan hamparkanlah kaki kirimu, kemudian bacalah tasyahhud”. Hr.Abu Daud I:198
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى. رواه البخاري
“Apabila duduk pada raka’at kedua (untuk tasuahhud awwal) beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya”. Hr. Al-Bukhari I:368
Berdasarkan keterangan di atas disimpulkan, bahwa bila salat yang dilakukan hanya dua raka’at, seperti salat jum’at, salat subuh, dan lainnya, beliau duduk iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri yang dihamparkan dan telapak kaki kanannya ditegakkan), yaitu seperti duduk antara dua sujud dan tasyahhud awwal dalam salat tiga raka’at atau empat raka’at.
Menurut kami;
Hadis kesatu riwayat An-Nasai dimuat pada Baabu Kaaifal Juluus Littasyahhudil Awwal  dan hadis kedua pada Baabul Istiqbaali Biathraafi Ashaabi’il Qadamil Qiblata ‘Indal Qu’uudi Littasyahhud. Kedua hadis dari Ibnu Umar itu menerangkan cara duduk setiap kali duduk dalam salat. Hadis yang semakna diriwiyatkan pula oleh Malik dari Ibnu Umar. Sedangkan pada bab selanjutnya An-nasai memuat Baabu Shifatil juluusi fir Rak’atil latii  Yaqdlii fiihas Shalaatu hadis dari Abu Humed dengan redaksi sbb.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ تَنْقَضِي فِيهِمَا الصَّلَاةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ. النسائي
Nabi saw. apabila beliau duduk pada dua raka’at yang padanya  berakhir salat beliau mengakhirkan kaki kirinya dan duduk pada sisi paha/pantat kirinya (tawarruk) kemudian mengucapkan salam. Hr. An-Nasai II:31
Dan dalam At-Tirmidzi masih dari Abu Humed dengan lapal
حَتَّى كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا صَلَاتُهُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ. رواه الترمذي
Hingga apabila beliau duduk pada raka’at yang padanya  berakhir salatnya beliau mengakhirkan kaki kirinya dan duduk pada sisi paha/panta kirinya (tawarruk) kemudian mengucapkan salam. Hr. At-Tirmidzi II:107
Begitupun dalam musnad Ahmad dengan lapal
حَتَّى إِذَا كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا الصَّلَاةُ أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ. أحمد
Hingga apabila beliau duduk pada raka’at yang padanya  berakhir salat beliau mengakhirkan kaki kirinya dan duduk pada sisi paha/pantat kirinya (tawarruk) kemudian mengucapkan salam. Hr.Ahmad, Al-Musnad IX:152
Hadis Abu Daud dan Al-Bukhari menjelaskan cara duduk pada tayahhud awwal. Hadis yang semakna diriwiyatkan pula oleh At-Tirmidzi dari Aisyah.
Sedangkan dalam riwayat Al- Bukhari dari Abu Humed itu diakhiri dengan
وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. رواه البخاري
Dan apabila duduk pada raka’at akhir beliau mengedepankan kaki kirinya dan menancapkan yang lain lalu duduk pada tempat duduknya. Hr. Al-bukhari, Fathul Bari II:567
Dan dalam riwayat lain dengan lapal sebagai berikut :
إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا الصَّلاَةُ ، أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى ، وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ، ثُمَّ سَلَّمَ. رواه ابن خزيمة
Apabila rakaat yang padanya akan selesai salat, beliau mengedepankan kaki kiri dan menancapkan kaki kanannya. Lalu duduk pada sebelahnya dengan cara tawaruk. H.r. Ibnu Khuzaimah
إِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلأَخِيرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى ، وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. . رواه ابن خزيمة
Apabila duduk pada rakaat akhir, beliau mengedepankan kaki kiri dan menancapkan kaki kanannya. Lalu duduk pada tempat duduknya. H.r. Ibnu Khuzaimah
حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّْكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَى رِجْلِهِ مُتَوَرِّكًا ، ثُمَّ سَلَّمَ. رواه ابن حبان
Sehingga apabila rakaat yang padanya akan selesai salat, beliau mengedepankan kaki kiri dan lalu duduk pada kakinya pada sebelahnya dengan cara tawaruk lalu salam.. H.r. Ibnu Khuzaimah
وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَجَلَسَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. رواه ابن حبان
Apabila duduk pada rakaat akhir, beliau mengedepankan kaki kiri Lalu duduk pada tempat duduknya
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةِ الَّتِي تَكُونُ خَاتِمَةَ الصَّلاَةِ ، رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْهُمَا ، وَأَخَّرَ رِجْلَهُ ، وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى رِجْلِهِ صلى الله عليه وسلم. رواه ابن حبان
حَتَّى إِذَا كَانَتْ قَعْدَةَ السَّجْدَةِ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ ، أخر رجله اليسرى ، وقعد متوركا على شقه الأيسر. رواه ابن حبان
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي فِيهَا التَّسْلِيمُ. رواه عبد الحميد- فتح الباري
Dengan demikian, berdasar pada keumuman lapal rak’atil aakhirah dan lapal lain pada riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai , Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Abdul Humed bahwa duduk tasyahhud pada salat jum’at, salat subuh, dan lainnya, yang berjumlah dua raka’at adalah tawarruk (mengedepankan kaki sebelah kiri dan diletakkan di bawah tengah-tengah betis kanan lalu menancapkan kaki kanan dengan jari-jari diusahakan nmenghadap kiblat dan duduk di tempat duduknya).
Imam Syafi’i rahimahulllah mengatakan,”Menurut sunnah semua duduk dalam salat adalah iftirasy, kecuali duduk yang diiktuti/diakhiri salam (adalah tawarruk). Syarah Muslim An-Nawawi IV:21
Pertanyaan:
Dalam sifat shalat nabi Saw oleh albani ada keterangan “maka apabila shalat dua rakaat seperti subuh, nabi saw duduk dengan menghamparkan (kakinya) sebagaimana beliau duduk antara dua sujud.” Bolehkah kita begitu?
Jawaban:
1. Sesudah kata-kata “menghamparkan” itu albaani beri noot bahwa cara itu diriwayatkan oleh imam nasai dengan sanad yang shahih (hal 167)
2. Yang dalam kitab nasai saya dapatkan begini : kata Waa-il ibn Hujr:
“..Dan apabila duduk Nabi saw baringkan kaki kirinya dan mencacakkan kaki kanannya (nasaai, 3:35)
Dalam riwayat ini adalah duduk attahiyat, menurut sambungan ceritanya ada riwayat lain dari wail juga
“bahwa ia melihat Nabi saw duduk dalam shalat yaitu dengan menghamparkan kaki kirinya. Sambungan dari riwayat inijuga menunjukan bahwa duduk itu adalah “duduk tasyahud” (attahiyat), begitu juga ada riwayat dari jalan Ibnu umar.
3. dalam riwayat-riwayat, baik riwayat nasaai atau yang lainnya, tidak ada kata-kata “seperti subuh” dan tidak ada juga kata-kata “duduk antara dua sujud”, sebagaimana dalam keterangan yang ditanyakan di atas. Maka nyatalah itu ‘omongan’ albani sebagai pendapatnya.
4. Kalau dua riwayat tersebut dijadikan alasan untuk pendapat albaani itu, tidak kena, karena dua riwayat itu berhubung dengan duduk attahiyat awal, sedang salat subuh tidak mempunyai attahiyat awal, begitu juga utnuk duduk antara dua sujud”
5. Mungkin yang dijadikan alasan oleh albaani adalah ucapan umar yaitu:
“sebagian dari ketentuan shalat, bahwa engkau mencacakan kaki kanan dan menghadapkan dia dengan jari-jarinya ke qiblat dan duduk atas kaki kiri”(nasaai 2:236)
“duduk atas kaki kiri”itu tentulah dengan “menghamparkannya”
Ringkasnya : kaki kanan dicacakkan dan kaki krir dihamparkan
Dari omongan Umar ini, kalau difahami secara umum. Adalah duduk itu untuk rakaat 1, 2, 3, 4. semua sama, tapi untuk rakaat keempat (akhir) ada keterangan tersendiri dengan cara yang tertenu yaitu yang seperti biasa kita lakukan.
Menurut faham ini pula karena shalat dua rakaat, maka duduknya pada rakaat kedua itu harus seprti yang dikatakan Umar. Pendapat atau faham ini tidak dapat diterima, karena ada riwayat dari Abi Humaid As-saaidi ia berkata
“Adalah Nabi saw apabila berada dalam dua rakat yang salat selesai padanya nabi saw akhornya (keluarkan) kaki krinya dan duduk miring atas punggungya (HR an-Nasai3:34)
“dua rakaat” yang selesai padanya “maksudnya rakaat terakhir”. Lebih tegas lagi Abu Humaid berkata :
“Dan apabila Nabi saw duduk di rakaat akhir Nabi majukan kaki kirinya dan cacakkan kaki kanannya dan duduk atas punggungya( bukhari, 2:208)
Perkataan Abu Humaid “rakaat terakhir” itu asalnya meriwayatkan shalat yang 4 rakaat, rakat yang akhir adalah rakaat keempat. Tapi lafazhnya umum. Yakni Abu Humaid tidak menyebut rakaat keberapa, maka kita pakai secara umum yaitu tiap-tiap rakaat terakhir dan baik pada shalat sunnat maupun shalat wajib.
Maka rakaat yang akhir dari shalat shubuh dan shalat-shalat lain yang dua rakaat adalah rakaat yang keduanya itu dikatakan “rakaat akhir” maka duduknya adalah seperti yang diriwayatkan Abu Humaid (tidak ada anggapan berselisih/rajih), bukan seperti pendapat albaani.

Jadi, kesimpulannya, duduk tahiyat akhir di dalam 2 rakaat sama-sama memiliki dalil yang kuat, baik yang duduk iftirasy atau yang duduk tawarruk. sekarang tinggal tergantung prinsip dan keyakinan masing-masing saja. Yang terpenting perbedaan ini jangan dijadikan suatu masalah yang dibesar-besarkan. Biar bagaimanapun umat Islam tetap harus bersatu.
Allahuakbar..